Kamis, 17 November 2016

KUTIPAN/QUOTES NOVEL "HUJAN" KARYA TERE LIYE

Setelah sekian lama ga nge-blog, setelah sekian lama sibuk sama masa depan yang belom keliatan πŸ˜…πŸ˜… dan akhirnya sekarang ada sela-sela waktu buat ngepost juga huh(gak penting banget si/udah tau ga penting segala di bilang/)
Kali ini aku bakal post tentang Kutipan/quotes dari Novel "Hujan" karangan Tere Liye. Ga pernah diraguin lagi ya kalau Tere Liye nerbitin novel tuh bagusnya kapa apa. Di novel "Hujan" ini menceritakan tentang 5 unsur yaitu perpisahan, hujan, persahabatan, melupakan, dan cinta❤️

(warna ini : kutipan anonim warna ini : kutipan Lail warna ini : kutipan Maryam (sahabat Lail) warna ini : kutipan Esok (Soke Bahtera) warna ini : untuk kutipan lainnya.)

  

Manusia mungkin saja merasa berkuasa di atas muka bumi, merasa sebagai spesies paling unggul, tapi mereka sebenarnya dalam posisi dangat lemah saat berhadapan dengn kekuatan alam.

Kejadian besar selalu bisa membuat orang cepat dewasa. Mereka tidak bisa menghindar, tidak bisa melawan. Mereka hanya bisa memeluk semua kesedihan, memeluknya erat-erat.


Kesibukan adalah cara terbaik melupakan banyak hal, membuat waktu melesat tanpa terasa.  

"Anak remaja. Masa-masa yang indah."- Ibu Suri

Kesibukan. Itu selalu berhasil menaklukkan pikiran-pikiran negatif. 

"Kami bosan hanya menjadi remaja biasa-biasa saja. Kami memang tidak genius, tidak bisa membuat mesin roket, atau memiliki bakat hebat, tapi kami ingin membantu. Itu situasi yang amat sangat khusus." - Maryam

"Bagaimana kalau ada hewan buas di tengah jalan?"
"Tidak ada hewan buas. Mereka memilih meringkuk di sarangnya. Hanya kita yang nekat melewati badai. Kita hewan buasnya, Lail."- Maryam


"Aku tahu siapa ibu itu, Lail."
"Dia bukan sekadar kenalan biasa di tenda pengungsian, bukan?
"Apa maksudmu?"
"Dia ibu dari anak laki-laki yang menaiki sepeda merah. Anak laki-laki yang membuatmu kehujanan, anak laki-laki yang membuatmu meninggalkanku di acara pelantikan relawan, dan yang membuatmu sering melamun. Iya, kan?" 


"Ya Tuhan! Apa susahnya? Kamu tinggal telepon, bilang, 'Hai, Esok, aku sedang di kotamu, apakah kamu mau bertemu? atau 'Hai, Esok, aku sedang di kotamu, apakah kamu mau makan malam bersamaku malam ini? Beres." - Maryam
"Atau kamu bisa mengirim pesan pendek, sehingga kamu tidak perlu menatap wajahnya di layar hologram- yang khawatir nanti membuatmu menjadi batu."- Maryam

Urusan perasaan ini, sejak zaman prasejarah hingga bumi hampir punah, tetap saja demikian polanya.

Esok. Orang yang paling ingin dia temui setahun terakhir. Esok, orang yang menyita waktunya setiap dia memikirkannya, telah berdiri di sana. Esok tersenyum lebar, senyum yang selalu dia ingat sebelum beranjak tidur

"Kenapa kamu tidak meneleponku, Lail? Memberitahu bahwa kamu akan ke Ibu Kota." 
"Aku tidak mau mengganggu kesibukanmu."

"Tapi kamu tidak usah cemas, Lail. Teknologi selalu bisa mengatasi masalah apa pun. Ilmuwan-ilmuwan terkemuka di dunia sedang menyiapkan banyak rencana alternatif. Kita pasti bisa menaklukkn semua masalah yang datang, sepanjang kita terus bekerja keras, seperti pengorbanan yang kamu lakukan untuk satu kota. Itu sangat menginspirasi."
- Esok (Soke Bahtera)

Esok selalu percaya bahwa teknologi bisa menaklukan apa pun. Tapi bagaimana teknologi akan mengalahkan ambisi rakus manusia? Ketika mereka akhirnya tidak mau mengalah dan saling merusak.

Mereka hanya duduk bersama selama satu jam, setelah setahun tidak bertemu. Sebentar sekali dibandingkan 365 hari. Tapi bagi Lail, itu lebih dari cukup. Dia sudah sangat senang. Rasa senang yang bisa membuatnya sabar menunggu setahun lagi. 

"Kamu tidak cemas, Lail?" 
"Cemas untuk apa?" 
"Bagaimana kalau Esok ternyata menyukai Claudia?" 
"Maksudmu?" 
"Mereka hanya saudara angkat, Lail, jadi bisa saja saling jatuh cinta. Jika itu terjadi, kamu bukan tandingan Claudia dengan kecantikan, kebaikan, dan semua yang dia miliki. Kamu terlihat kusam saat duduk bersamanya. Kalau aku jadi kamu, aku akan cemas sekali."

"Apakah kita akan memilih melupakan atau mengenang semua hal menyakitkan"

"Kamu suka hujan, Lail? 
Lail mengangguk. Dia selalu suka hujan. 
"Apakah setiap kejadian penting dalam hidupmu terjadi saat hujan?" 
Lalil menganguk. Belum mengerti arah percakapan. 
"Kalau begitu, itu kabar buruk bagimu, Lail." 
"Iya, kabar buruk. Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu. Masuk akal, bukan?" 
"Nah, bukankah kamu jatuh cinta pada Soke Bahtera saat gerimis? Waktu-waktu terbaikmu bersamanya juga saat hujan, kan? Kabar buruk bagimu jika Soke Bahtera ternyata mencintai Claudia. Aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya kamu setiap kali hujan turun, mengenang semuanya."


"Lail, kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?" 
Lail menoleh, menggeleng. 
"Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya." 
"Masuk akal, bukan?" 
"Nah, itulah kenapa kamu selalu suka hujan selama ini. Aku sekarang paham. Karena setiap kali menatap hujan, kamu bisa mengenang banyak hal indah bersama Soke Bahtera. Kebersamaan kalian. Naik sepeda merah. Masuk akal lagi, bukan?" 


"Kamu mencintai Soke Bahtera, kan? 
"Kamu tahu, Lail, ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok. Tak pelak lagi, kamu sedang jatuh cinta jika mengalaminya..."

Bagi orang-orang yang sedang menyimpan perasaan, ternyata bukan soal besok kiamat saja yang bisa membuatnya panik, susah hati. Cukup hal kecil seperti jaringan komunikasi terputus, genap sudah untuk membuatnya nelangsa.

"Hai, Lail, aku tahu sinyal di Sektor 1 hilang. Aku bisa melihatnya dari sistem. Aku harus kembali bekerja. Profesor memaksa kami menyelesaikan modul terakhir minggu ini agar tes bisa dilakukan bulan depan. Sekali lagi aku minta maaf tidak bisa pulang liburan sekolah. Kapan pun aku mendapat izin pulang, aku akan berlari pulang ke kota kita, menemanimu pergi ke lubang tangga darurat kereta bawah tanah. Semoga kamu baik-baik saja. Miss you.'' - Esok (Soke Bahtera)


Dan dalam kisah mereka berdua, di tengah teknologi komunikasi menakjubkan saat itu, hanya tiga kali mereka bercakap lewat telepon. Satu untuk malam itu; yang kedua, setahun kemudian saat Esok menyelesaikan kuliahnya; dan yang terakhir, di penghujung kisah ini. Tiga-tiganya Esok yang menelepon, karena serindu apa pun Lail, dia tetap tidak berani melakukannya.
Dan yang lebih penting lagi, apakah Esok tahu bahwa Lail selalu memikikannya? Di mana pun. Kapan pun. 


"Kamu tahu, Lail, tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada kabar. Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian." - Maryam


"Hidup ini juga memang tentang menunggu, Lail. Menunggu kita untuk menyadari: kapan kita akan berhentu menunggu." - Maryam


"Orang kuat itu bukan karena dia memang kuat, melainkan karena dia bisa lapang melepaskan...."- Maryam


"Esok jelas menyukaimu, Lail." 
"Ayolah, kamu sudah seminggu ini jadi pendiam sekali. Selalu melamun. Seolah aku hanya patung di kamar ini." 
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Lail. Esok menyukaimu. Itu jelas sekali." 
"Dan soal kenapa dia tidak meneleponmu, hei, kenapa kamu justru tidak bertanya pada diri sendiri, kamu juga tidak pernah meneleponnya, bukan? Apa susahnya kamu telepon, 'Halo, Soke Bahtera, aku dengar kamu mau wisuda, kok aku tidak diberitahu? Mudah, kan?"


"Mereka yang saling jatuh cinta, kenapa aku yang pusing."- Maryam


"Kamu selalu senang mendengar kabar dari ku. Bahkan meski itu membuatku harus meninggalkan kota, kamu tetap ikut senang."- Esok (Soke Bahtera)


"Aku tidak perlu gaun. Kamu yang harus tampil cantik di depan Soke Bahtera. Aku hanya dayang-dayang berambut kribo."- Maryam


Cemburu. Ternyata kata itu sangat menyakitkan.


"Apa yang sebenarnya terjadi, Lail? 
"Kamu cemburu melihat Claudia begitu dekat dengan Esok, bukan?" 
"Astaga, Lail! Bagaimana mungkin kamu cemburu melihat Claudia dekat dengan kakak angkatnya sendiri?" 
"Aku tidak cemburu," 
"Kamu bukan pembohong yang baik, Lail. Mulutmu membantah, tapi wajahmu bilang sebaliknya. Matamu menunjukkan segalanya. Kamu cemburu." 
"Ya, aku memang cemburu, lantas kenapa? Aku hanya dianggap patung di meja makan." 
"Kamu salah paham, Lail. Sepanjang makan siang, sepanjang bertemu setelah wisuda, jelas sekali Esok senang dengan kehadiranmu. Kamulah yang paling penting." 
"Tapi dia bahkan tidak menyapaku." 
"Dia bahkan tidak sekali pun mengajakku bicara." 
"Dia memang tidak menyapamu, Lail. Tapi dalam banyak hal, kebersamaan tidak hanya dari sapa-menyapa. Jika kamu bersedia memperhatikan wajahnya sekali saja saat melihatmu, saat melirikmu, kamu akan tahu, Esok ingin sekali bicara banyak denganmu...." 
"Tapi kenapa dia tidak bicara?" 
"Karena dia tidak bisa melakukannya." 
"Saat selesai acara wisuda, bagaimana Esok akan bicara denganmu, ketika teman-temannya ramai meminta foto bersama. Saat makan siang, itu acara keluarga, Lail. Di sana ada keluarga angkat Esok. Wali kota, istrinya, dan Claudia. Juga ada ibu Esok. Esok menjadi pusat perhatian, semua orang mengajaknya bicara. Tidak mungkin Esok tiba-tiba menyuruh orang lain diam, 'Sebentar, Pak Wali Kota, aku hendak bicara dengan Lail'. Atau memotong percakapan dengan ibunya. Tidak mungkin. Dan saat dia tidak menyapau, kenapa kamu tidak menyapa duluan? Saat dia tidak mengajakmu bicara, kenapa kamu tidak bicara duluan? Kenapa membiarkan Claudia melakukannya?" 
"Tapi kenapa Esok tidak memilih duduk di sebelahku?" 
"Itu karena Claudia lebih dulu meminta Esok duduk di sebelahnya. Dia ingin bicara dengan kakak angkatnya. Bukan hanya kaamu yang tidak bertemu Esok setelah dua tahun. Urusan ini... Bukankah aku sudah berkali-kali bilang, kamu tidak ada apa-apanya dibanding Claudia. Gadis itu cantik, baik hati, dan sangat supel. Bagaimana kamu akan bersaing mengambil perhatian Soke Bahtera, jika bahkan sebelum melakukannya, kamu sudah mundur lebih dulu. Cemburu. Merajuk memutuskan pergi. Membuat bingung semua orang." 
"Esok memperhatikanmu, Lail. Bahkan saat kamu tiba-tiba meninggalkan restoran. Aku berani bertaruh, Esok ingin sekali mengantarmu agar bisa beristirahat. Aku melihat ekspresi wajahnya, dia cemas. Tapi dia tidak bisa meninggalkan restoran itu. Itu acara perayaan wisudanya. Bagaimana mungkin makan siang akan dilanjutkan jika orang yang sedang dirayakan pergi berdua-duaan dengan seorang gadis yang mudah sekali cemburu bernama Lail?" 


"Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian."

"Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham betapa indahnya jatuh cinta."

Ada banyak hal yang bisa saling dipahami oleh dua sahabat sejati tanpa harus bicara apa pun. 

"Tapi nasib. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Tidak ada yang memegang tasku saat gempa bumi itu terjadi. Semua anak laki-laki bahkan sudah mundur duluan saat melihat rambut kriboku yang mengembang besar. Jadi, apa yang kuharapkan? Jangan-jangan, kalaupun ada yang refleks memegang tas punggungku, saat dia melihat rambutku, dia buru-buru melepaskannya lagi. Sambil bilang, 'Eeuuuh, maaf salah orang."- Maryam


"Kamu mau naik sepeda bersamaku? Kendaraan paing canggih ini?" 
"Aku tidak bisa mengayuh sepeda secepat dulu lagi." 
"Kenapa?''
"Kamu sudah besar, Lail. Aku bukan lagi memboncengkan anak perempuan usia tiga belas tahun. Kini kamu lebih berat." 
"Kamu mau bilang aku gendut?" 
"Aku tidak bilang begitu." 
"Bilang saja aku gendut. Tidak usah menyindir." 


"Aku benar-benar minta maaf kamu harus melewati masa-masa itu tanpa penjelasan. Membuatmu bertanya-tanya, membuatmu menunggu."- Esok (Soke Bahtera)

"Lebih baik mendengar kebohongan meski itu amat menyakitkan daripada mendengar kebohongan meski itu amat menyenangkan."- Wali Kota


"Lail, Esok menyayangimu. Dia menganggapmu lebih dari seorang adik. Sementara Claudia adalah adik angkatnya. Anak dari keluarga yang sangat membantunya." - Ibu Esok


"Aku cemas, jangan-jangan pikiran itu membunuhmu lebih dulu  dibanding musim panas ekstrem."- Maryam


"Apakah Esok mencintaiku, Maryam?" 
"Dia mencintaimu, Lail." 
"Tapi kenapa dia tidak menghubungiku? 
"Mungkin dia punya alasan baiknya." 
"Tapi kenapa dia membuatku menunggu? Menyiksaku?"



"Aku tidak ingin naik kapal itu, Maryam. Aku hanya ingin tahu apakah Esok mencintaiku atau tidak. Kalaupun dia memutuskan pergi tanpa memberitahuku, setidaknya aku tahu jawabannya."- Lail



"Maryam, aku ingin melupakan semuanya. Semua ingatan ini. Semua kenangan, semua pikiran-pikiran buruk yang melintas. Aku ingin menghapusnya dari kepalaku. Aku sudah tidak tahan lagi."- Lail


Semua ini sangat menyakitkan. Hatinya tercabik-cabik. Lail tidak pernah takut melewati musim panas ekstrem. Gadis itu lebih takut melewati musim semi yang indah tanpa Esok bersamanya.


"Tidak seharusnya kamu mengalami kisah menyakitkan itu, Lail. Seharusnya takdir bisa lebih bijak kepadamu. Kamu telah kehilangan ayah dan ibumu. Kehilangan seluruh keluargamu."- Elijah


"Semua orang punya kenangan menyakitkan, mereka berhak menghapusnya. Tapi kamu, Lail, semua kenangan milikmu sesungguhnya sangat indah. Kamu menerima seluruh kesedihan, membalas suratan takdir kejam, bahkan dengan menyelamatkan ribuan penduduk satu kota. Tidak sekali pun kamu protes. Tidak sekali pun kamu marah. Kamu menjalaninya seperti air mengalir. Bahagia dengan hari-harimu."- Elijah


"Saat kamu berlari melintasi hujan badai, itulah pembalasan terbaik atas takdir yang sangat kejam. Kisah itu menjadi inspirasi di mana-mana. Bahkan aku berani bertaruh, Esok bekerja siang-malam di laboratorium, menemukan banyak penemuan, juga karena terinspirasi darimu. Kamu kokoh sekali."- Elijah


"Tapi lihatlah, takdir kembali menyakitimu. Seakan semua itu belum cukup. Takdir sendiri yang mengirimkan laki-laki padamu, hanya untuk di ujung cerita, direnggut begitu saja darimu. Ini sungguh menyakitkan."- Elijah


"Ratusan orang pernah berada di ruangan ini. Meminta agar semua kenangan mereka dihapus. Tetapi sesungguhnya, bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan."- Elijah


Bahkan saat dia mencintai Esok, maka yang paling berharga justru adalah perasaan cinta itu sendiri? Sesuatu yang mulia di dalam hatinya. Bukan soal memiliki, bukan tentang bersama Esok. 

"Kamu tidak boleh melupakanku, Lail. Aku mohon... Bagaimana aku akan menghabiskan sisa waktu bumi jika kamu melupakanku? Kamu satu-satunya yang paling berharga dalam hidupku."- Esok (Soke Bahtera)


"Kita akan melewati musim panas bersama-sama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi."- Esok (Soke Bahtera)


Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami.

Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.

Bahwa sebenarnya hanya orang-orang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu, orang-orang yang berhasil menaklukkan diri sendiri. Meski merasa sakit, menangis, marah-marah, tapi pada akhirnya bisa tulus melepaskan, maka dia telah berhasil menaklukkan diri sendiri. 




3 komentar:

Tias mengatakan...

Bagus bangett.. ^.^)

Unknown mengatakan...

Keren

aamerjabbar mengatakan...

Schick Quattro Titanium - Home - iTanium-Arts
SCHICK QUATTROT TINN ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO titanium framing hammer ATTRO ATTRO used ford fusion titanium ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO titanium exhaust wrap ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO ATTRO  Rating: 4 · titanium 200 welder ‎3 reviews ford edge titanium 2019